Perjanjian selalu menjadi pintu awal sebuah kerjasama baik di dunia bisnis maupun diberbagai bidang yang dituangkan dalam bentuk tulisan, pada era sekarang mungkin sudah tidak asing lagi didengar bahkan sudah sering kita lihat dengan bermacam-macam bentuk dan jenisnya. ada berupa perjanjian sewa menyewa, perjanjian kerja, perjanjian kerjasama, perjanjian pinjam meminjam, perjanjian kredit dan lain sebagainya. Apa lagi untuk kalangan Hukum hal tersebut sudah hal yang biasa. Penulis hanya ingin mengupas tentang syarat sah perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
Temen-temen sudah mendengar kata-kata perjanjian tetapi belum mengetahui arti perjanjian, baiklah sedikit saya jelaskan tentang perjanjian.
Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih.
Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua
orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian adalah sumber perikatan.
Bagaimana suatu Perjanjian dikatakan SAH dimata hukum perdata di Indonesia tentunya semua ada aturan dan wajib di uji menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mensyaratkan 4 syarat sahnya suatu perjanjian yaitu dalam Pasal 1320 KUHperdata:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang Halal
PENJELASAN SYARAT SAHNYA PERJANJIAN PASAL 1320 KUHPerdata
1 Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Adanya kesepakatan kedua belah pihak.Maksud dari kata sepakat adalah, kedua belah pihak yang membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal yang pokok dalam perjanjian.
(Pasal 1321 KUHperdata "Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan".)
2.Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Asas cakap melakukan
perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat
pikirannya. Ketentuan sudah dewasa, ada beberapa pendapat, menurut
KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki,dan 19 tahun bagi wanita.
Menurut UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dewasa adalah 19 tahun bagi laki-laki, 16 tahun bagi wanita.
(Pasal 1330 KUHPerdata Yang tak cakap untuk membuat perjanjian adalah: 1. anak yang
belum dewasa; (KUHPerd. 330, 419 dst., 1006, 1446 dst.) 2. orang yang
ditaruh di bawah pengampuan; (KUHPerd. 433 dst., 446 dst., 452, 1446
dst.) 3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan
undang-undang, dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang
dilarang untuk membuat perjanjian tertentu. (KUHPerd. 399, 1446 dst.,
1451.)
Acuan hukum yang kita pakai adalah KUHPerdata karena berlaku secara umum.
3.Suatu hal tertentu.
Adanya Obyek, Sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas.
(Pasal 1332 KUHPerdata: Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian. (KUHPerd. 519 dst., 537, 1953; KUHD 599.)
(Pasal 1333 KUHPerdata: Suatu perjanjian harus mempunyai pokok
berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah
barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat
ditentukan atau dihitung. (KUHPerd. 968 dst., 1272 dst., 1392, 1461,
1465.)
4.Suatu sebab yang Halal.
Pasal 1335 KUHPerdata,
suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat
dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan
hukum.
(Pasal 1337 KUHperdata: Suatu sebab adalah terlarang, apabila
dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan
baik atau ketertiban umum.)
(Pasal 1335 KUHPerdata: Suatu persetujuan tanpa sebab, atau
dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah
mempunyai kekuatan.
Syarat nomor 1(satu) dan nomor 2(dua) disebut dengan Syarat Subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat nomor 3(tiga) dan nomor 4(empat) disebut Syarat Obyektif, karena mengenai obyek dari suatu perjanjian.
Apabila syarat subyektif tidak dapat terpenuhi, maka salah satu pihak
mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak
yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau
pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas.
Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu akan terus mengikat kedua
belah pihak yang mengadakan perjanjian, selama tidak dibatalkan (oleh
hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tersebut.
Sedangkan apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka
perjanjian itu akan batal demi hukum. Artinya sejak semula tidak pernah
dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
ASAS PACTA SUNT SERVANDA
ASAS PACTA SUNT SERVANDA
Pasal
1338 ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Artinya bahwa kedua belah pihak wajib mentaati dan
melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana mentaati
undang-undang. Oleh karena itu, akibat dari asas pacta sunt servanda
adalah perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari
pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata
yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat
kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang
dinyatakan cukup untuk itu.
Dengan penjelasan di atas sudah cukup menjelaskan bahwa perjanjian dapat dikatakan sah jika memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUHPerdata setelah memenuhi syarat tersebut maka akan timbul Asas Pacta Sunt Servanda Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Semoga Tulisan ini bermanfaat. Terimakasih.
Best Regards
Febriyanto Liu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar