Kamis, 05 November 2015

SYARAT SAH SUATU PERJANJIAN DALAM KUHPERDATA INDONESIA

Perjanjian selalu menjadi pintu awal sebuah kerjasama baik di dunia bisnis maupun diberbagai bidang yang dituangkan dalam bentuk tulisan, pada era sekarang mungkin sudah tidak asing lagi didengar bahkan sudah sering kita lihat dengan bermacam-macam bentuk dan jenisnya. ada berupa perjanjian sewa menyewa, perjanjian kerja, perjanjian kerjasama, perjanjian pinjam meminjam, perjanjian kredit dan lain sebagainya. Apa lagi untuk kalangan Hukum hal tersebut sudah hal yang biasa. Penulis hanya ingin mengupas tentang syarat sah perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.

Temen-temen sudah mendengar kata-kata perjanjian tetapi belum mengetahui arti perjanjian, baiklah sedikit saya jelaskan tentang perjanjian.

Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum  antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.   Perjanjian adalah sumber perikatan.

Bagaimana suatu Perjanjian dikatakan SAH dimata hukum perdata di Indonesia tentunya semua ada aturan dan wajib di uji menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mensyaratkan 4 syarat sahnya suatu perjanjian yaitu dalam Pasal 1320 KUHperdata:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang Halal

PENJELASAN SYARAT SAHNYA PERJANJIAN PASAL 1320 KUHPerdata

1 Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
Adanya kesepakatan kedua belah pihak.Maksud dari kata sepakat adalah, kedua belah pihak yang membuat perjanjian setuju mengenai hal-hal yang pokok dalam perjanjian.
(Pasal 1321 KUHperdata "Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan".)

2.Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Asas cakap melakukan perbuatan hukum, adalah setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Ketentuan sudah dewasa, ada beberapa pendapat, menurut KUHPerdata, dewasa adalah 21 tahun bagi laki-laki,dan 19 tahun bagi wanita.
Menurut UU no 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dewasa adalah 19 tahun bagi laki-laki, 16 tahun bagi wanita.
(Pasal 1330 KUHPerdata Yang tak cakap untuk membuat perjanjian adalah: 1. anak yang belum dewasa; (KUHPerd. 330, 419 dst., 1006, 1446 dst.) 2. orang yang ditaruh di bawah pengampuan; (KUHPerd. 433 dst., 446 dst., 452, 1446 dst.) 3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang, dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat perjanjian tertentu. (KUHPerd. 399, 1446 dst., 1451.) 
Acuan hukum yang kita pakai adalah KUHPerdata karena berlaku secara umum.

3.Suatu hal tertentu.
Adanya Obyek, Sesuatu yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang cukup jelas.
(Pasal 1332 KUHPerdata: Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian. (KUHPerd. 519 dst., 537, 1953; KUHD 599.)
(Pasal 1333 KUHPerdata: Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. (KUHPerd. 968 dst., 1272 dst., 1392, 1461, 1465.)

4.Suatu sebab yang Halal.
Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal, atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.
(Pasal 1337 KUHperdata: Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.)
(Pasal 1335 KUHPerdata: Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan.   


SYARAT SUBYEKTIF DAN SYARAT OBYEKTIF :
Syarat nomor 1(satu) dan nomor 2(dua) disebut dengan Syarat Subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan  syarat nomor 3(tiga) dan nomor 4(empat) disebut Syarat Obyektif, karena mengenai obyek dari suatu perjanjian.
Apabila syarat subyektif tidak dapat terpenuhi, maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas.
Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu akan terus mengikat kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tersebut.
Sedangkan apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka perjanjian itu akan batal demi hukum. Artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

ASAS PACTA SUNT SERVANDA
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya bahwa kedua belah pihak wajib mentaati dan melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana mentaati undang-undang. Oleh karena itu, akibat dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Dengan penjelasan di atas sudah cukup menjelaskan bahwa perjanjian dapat dikatakan sah jika memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUHPerdata setelah memenuhi syarat tersebut maka akan timbul Asas Pacta Sunt Servanda Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 
Semoga Tulisan ini bermanfaat. Terimakasih.


Best Regards
Febriyanto Liu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar